mY !maG!n@t!on

my !mag!nat!on was geTT!ng fresH everyday

Rabu, 07 Januari 2009

Bayangan

Andri memejam-mejamkan matanya beberapa kali sembari melindungi matanya dengan tangannya. Tidurnya kali ini terasa nyenyak, kalau saja sinar matahari tak memaksa menerobos masuk melalui sisi celah jendela yang tak terbalut tirai. Untuk beberapa saat Andri membutuhkan waktu beberapa menit untuk bisa membuka matanya lebar-lebar dan menyesuaikan diri di ruang kamar yang serba biru dan kilauan cahaya yang sangat menyilaukan pandangannya. Kini matanya telah terbuka lebar-lebar, lukisan yang tergantung di dinding, menghadap tempat tidurnya memaksanya untuk membuka mata lebar-lebar.
Pertama kali Andri datang ke ruang berbentuk segilima bernuansa biru itu, langkah kakinya tiba-tiba saja terpaku dengan lukisan yang tergantung rapi menghadap tempat tidurnya. “Menarik….” Cuma satu kata itu yang keluar dari mulutnya.
Untuk kesekian kalinya Andri kembali memandangi lukisan itu dengan tak bergeming sedikit pun. Rasa kantuk yang menerpanya tiba-tiba hilang seketika itu juga. Ia kembali memandangi wajah yang ada dalam segiempat dua dimensi di depannya. Lukisan wanita dengan gaun putih kebiru-biruan.
Kali ini Andri kembali memaksa tubuhnya, memaksa dirinya sendiri untuk bangun, meninggalkan ranjang empuknya. Hari ini juga...!! tekadnya sudah bulat.
****

Siang itu begitu panas, Andri menyekat peluh di keningnya. Keringatnya mulai membasahi kemeja birunya. Setiap sudut kota Bali, sudah dikunjunginya, namun pencariannya tak kunjung usai. Seharian penuh waktu liburnya telah dihabiskannya untuk mencarinya...mencari seseorang, seseorang yang amat penting, seseorang didunia maya, seseorang yang membuatnya berdecak kagum, seseorang yang membuatnya penasaran, seseorang yang tak dikenalnya sedikitpun....

****

Banyak orang menjual lukisan yang indah. Ada lukisan salju bak Chesnut Trees at Louveriennes Camille” atupun The maggpie milik Monet. Lukisan pemandangan, sebuah pohon yang misterius “Antibes” , danau yang indah “The pond at Montegeron” ataupun lukisan bak “blue waterlilies” semuanya ada.
Lukisan seorang wanita membawa payung “woman with a parasol” di sudut itu kembali membuatnya bersemangat, mengumpulkan asanya yang mulai pudar. Cantik….. Tapi bukan itu, bukan itu yang dia cari. Masih melekat jelas di benak Andri, wanita dalam lukisan di kamarnya itu. Bahkan setiap lekuk-lekuk wajah wanita itu dia masih mengingatnya. Wanita itu begitu menarik...ekspresinya, anggun, dan...oh tidak dia bahkan tak bisa mengungkapkan keindahan itu dengan kata-kata.

*****

Beberapa hari ini, tidurnya terasa tak nyenyak. Setiap dia terbangun, pertanyaan itu selalu menyerbunya, mengepungnya, membuat dadanya sesak. Siapa?siapa?siapa.... wanita itu. Siapa??? Wanita dengan gaun putih kebiru-biruan, membawa sebuah selendang di tangannya, bukannn.......membawa keranjang? Atau membawa bunga? Entahlah....wanita itu. Siapa wanita itu? Siapa? Wanita yang membuatnya penasaran, wanita yang membuat tidurnya tak pernah nyenyak, wanita itu nyaris membuatnya gila....

****
Andri masih berkeliling-keliling di setiap sudut kota Bali. Dengan sedan merahnya dia melaju kencang menuju setiap sudut lukisan di pulau Dewata. Secercah harapan mulai menyinarinya, ketika dia menemukan penjaja lukisan di pinggir jalan mempunyai koleksi lukisan dengan pelukis yang sama dengan lukisan dalam dinding kamarnya. IBOS 90’. Cuma tahunnya yang berbeda.
Dengan serta merta Andri mengintrogasi pedagang lukisan itu, menghujaninya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.
“Pak, apa ada lukisan karya IBOS, selain ini?”
“Tidak ada, hanya satu ini saja.”
“Dimana saya bisa menemukan pelukis ini?”
“Entahlah Nak, lukisan ini sudah lama. Lihatlah, bahkan sudah berdebu.”
“Tolonglah, Pak, ingat-ingat kembali bagaimana bapak mendapatkan lukisan ini? Tolonglah Pak!”
“ Yang bapak ingat, bapak mendapatkan lukisan ini dari Pedagang lukisan di jalan X no V, lukisan itu dijual murah, karena sudah lama tidak laku. Karena ada barang murah, ya Bapak beli.”
“Terima kasih Pak, atas informasinya! Berapa harga lukisan ini Pak?”
Pedagang tua itu menyebutkan sejumlah uang. Andri mengeluarkan segepok uang dari dompetnya, yang jelas-jelas jumlahnya berlebihan.
“Nak, ini terlalu banyak!”
“Sudahlah, itu untuk bapak. Terimakasih atas informasinya.”

****

“IBOS?” tanya seorang pedagang lukisan terkemuka dengan kulit hitam dan usia yang tidak muda lagi.
“Yah IBOS!” jawab Andri pasti.
“Tidak ada.”
“Tapi, seorang penjaja lukisan di pinggir jalan mengaku membeli lukisan itu dari Bapak. Tolonglah Pak, ini sangat penting, seberharga nyawa saya. Saya akan membeli berapa pun harga lukisan itu.”
“Tidak ada. Di sini hanya menjual lukisan dari orang-orang terkenal saja. tapi kalau kau memaksa, aku akan mencarikannya untukmu.”
Bapak Tua itu masuk ke salah satu ruangan berdebu, memeriksa daftar-daftar, lukisan dan nama pelukis yang pernah singgah di galerinya.
“Hmmm, IBOS ? Ada, tapi lukisan yang kujual itu sudah lama tahun 1987. Aku bahkan sudah lupa bagaimana wajah orang yang menjualnya padaku.”
“ Apa tidak ada alamat pelukis itu?”
“ Hmm, a...ada, tapi ini sudah lama anak muda, mungkin dia sudah pindah, atau bahkan sudah mati…!”
“Tak apa-apa, aku akan mencoba mencarinya...
Pak Tua itu memberikan secarik kertas kecil. Alamat si pelukis “wanita” di dinding kamar Andri.
Bali telah gelap itu tandanya hari telah malam. Tubuh Andri sudah mulai capek, otaknya juga sudah mulai lelah. Pencarian ini akan dilanjutkan esok pagi.
Bali telah gelap, itu tandanya hari telah malam.
Bali di malam hari.
Misterius.

***

Seorang lelaki sedang melukis di bawah salah satu pohon beringin yang dilihat dari ukurannya sudah tua. Andri nampak berjalan ragu mendekati lelaki itu.
“Selamat pagi” Andri memberanikan diri menyapa lelaki itu
Namun tak ada jawaban dari lelaki itu. “Selamat Pagi” Andri kembali mengulang kata-katanya, mempertegas suaranya, kuatir orang di depannya tidak mendengar suaranya. Masih belum terdengar jawaban. Hening. “Selamat Pagi.” Kali ini dengan suara yang lantang dan keras. Orang yang disapa itu hanya menolehkan kepala sejenak, lalu kembali menekuni lukisannya. Andri tak habis pikir.
Andri mendekat ke sisi pelukis itu “Apa kau tahu seseorang dengan nama IBOS ?” Pelukis itu diam dan masih asyik dengan lukisannya, seolah tak mendengar kata-kata Andri. Andri mengamati lukisan di depannya itu, hampir jadi. Apa kau mengenal IBOS?” Andri kembali memperjelas kata-katanya kali ini dengan suara yang halus. Andri menggelengkan kepala, seolah dia tak percaya, pelukis itu tak bisa mendengar kata-katanya. ...Atau mungkin kau sendiri yang bernama IBOS?” Pelukis itu diam tak berekspresi. “Pasti kau yang bernama IBOS bukan? Iya kan!” Andri berkata lantang, emosinya sudah memuncak.
Pelukis itu memang tidak tuli. Dia menatap Andri sejenak, namun kemudian dia kembali menyelesaikan lukisannya. “Ada perlu apa?” Pelukis itu berkata dengan nada datar. Andri sempat menatap wajah pelukis itu dari depan beberapa saat, usianya tidak terlalu tua, mungkin seumuran dia, atau mungkin lebih muda dari dia. Tapi pakaiannya yang lusuh dan wajahnya yang kotor dan ditumbuhi banyak rambut, membuatnya kelihatan jauh lebih tua dari umur sebenarnya. “Jadi benar kau IBOS?” batin Andri mulai lega.
Ekspresinya masih datar, tapi seolah membenarkan pertanyaan Andri. Pelukis itu masih asyik menyelesaikan lukisannya.
“Aku hanya ingin melihat-lihat lukisanmu...!
Pelukis itu seolah tak mempedulikan kata-kata Andri. Andri mengamati goresan warna pada kanvas putih. Sejenak hening. ”Apa maknanya?” Andri mencoba membuka percakapan. “Apa yang ada dipikiranmu?”orang itu balik bertanya pada Andri. Andri mencoba mengamati sekali lagi lukisan di depannya..dan mulai menebak-nebak apa yang dilihatnya.
...Aku tidak tahu tentang seni sedikitpun, tapi menurutku, para seniman itu seharusnya melukis sesuatu yang indah-indah saja, karena sudah terlalu banyak hal yang buruk di dunia ini.” Andri mencoba memecahkan keheningan.
Agak lama, namun jawaban dari IBOS keluar juga “mungkin kau benar!Tapi tidak semua... ” seolah tahu kebingungan Andri, IBOS melanjutkan kalimatnya ”...kadang kita perlu tahu...”
Untuk beberapa saat keduanya terdiam, terbawa oleh perasaan masing-masing. Namun kemudian Andri kembali membuka pembicaraan
“Apa aku bisa bertemu dengan wanita gaun putih yang ada dalam salah satu lukisan yang pernah kau buat ?”
Pelukis itu menatap dalam Andri, ekspresinya menampakkan kaget. Dia ingat betul lukisan itu, satu-satunya lukisan wanita...wanita yang amat dia kenal.
“Tidak bisa” jawabnya singkat, seolah enggan menjawab Andri.
“Tapi kenapa?” Ucap Andri mulai gusar.
“Tidak bisa.” Pelukis itu membereskan peralatannya, ingin menhindar dari Andri.
“Tapi kenapa? Beri aku alasan yang jelas! Aku hanya ingin bertemu saja! Percayalah.
“Tidak bisa, tahu kah kamu sudah menggangguku!” Pelukis itu meninggalkan Andri menuju kesebuah jalan sempit menuju sebuah rumah yang sederhana terbuat dari bambu menghindar dari Andri.
Andri terpaku sesaat, tapi kemudian dia sadar, pencariannya bakal usai, pencarian yang sangat lama ini akan segera usai. Andri mengejar pelukis itu, mencoba mencari jalan keluar.
“IBOS, IBOS!!!” Andri menarik tangan pelukis itu. “Atau begini saja, kau buat lukisan yang serupa gadis itu, lalu lukisanmu akan kubeli, berapa pun harganya!”
“Tidak bisa!”
“Kumohon, aku akan membayarmu berapun juga! Bagaimana kalau X juta!” tdak ada jawaban, pelukis itu tetap meneruskan langkahnya.
“XX juta, XXX juta, XXXX juta! Kumohon!!!” tetap tak ada jawaban. Andri benar-benar menampakkan kegelisahannya lebih tepatnya keputusasaan... ”Bagaimana kalo dengan nyawaku?Kumohon.....!!!”
Pelukis itu menghentikan langkahnya, seolah iba tapi ragu. “ Baiklah kalau itu maumu! Tapi asal kau tahu saja, aku tidak melukis untuk uang.”
“Terima kasih, terimakasih! Kapan lukisan itu bisa kuambil?”
“ Beri aku waktu 3 hari untuk menyelesaikan lukisan itu!”
“Baiklah! Tapi tunggu sebentar, beri aku harga jadi, biar aku bisa menyiapkan uangnya.” Pelukis itu menuliskan sesuatu dan menyerahkan selembar kertas itu kepada Andri.

****
Andri kembali melesat cepat dengan sedan merahnya. Menyusuri jalan tak berujung, jalan yang panjang, jalan penuh liku, gelap,....yang nyaris membuatnya gila menuju satu titik cahaya terang.
Kali ini, Andri bisa pulang dengan segurat senyum keoptimisan. Tapi kemudian Ia mulai sadar, pencariannya belum usai. Ia belum menemukan siapa wanita itu. Mobilnya kembali memutar, kembali...ke tujuan semula

****

Di suatu malam, bayangan hitam sedang mengintip di celah-celah dinding. Mengintip seorang pelukis yang hendak menumpahkan ekspresinya. Ida Bagus Oka Shuu, nama yang tertulis di dalam secarik kertas, bersama tanda jadi harga. Laki-laki itu mengambil sebuah kotak dan cermin. Dia mulai membersihkan rambut-rambut yang menutupi wajahnya. Membersihkan wajahnya dengan pembersih. Menyisir rambutnya yang panjang, membuka kotak itu, mengambil sesuatu didalamnya. Sebuah bedak, disaputkan keseluruh mukanya, lipstik, pensil alis...kini Pelukis itu mengganti pakaiannya dengan gaun putih kebiru-biruan.....pelukis itu mulai melukis di atas kanvas, sesekali mengamati wajahnya dalam cermin, kemudian meneruskan lukisannya, menatap cermin, melukis kembali, menatap cermin, melukis kembali dan....
Sesososk hitam itu mulai lemas, asanya telah pudar..
Belakangan baru dia tahu apa yang dibawa “wanita” dalam lukisan di dinding kamarnya....





Uslah
Des’ 03

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Lanjut 😍

Pengikut

Kerlap Kerlip Art